Masyarakat Jawa dari hari ke hari selalu melakukan berbagai tindakan interaksi antar individu dalam kehidupannya, semua kegiatannya pasti memiliki suatu pola. Di antara semua kegiatan yang berpola tersebut, perlu diadakan perbedaan antara kegiatan-kegiatan yang dilakukannya menurut pola-pola yang tidak resmi dan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya menurut pola-pola yang resmi. Sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat-istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat, inilah yang dinamakan dengan pranata, atau dalam bahasa inggris disebut dengan institution (Koentjaraningrat, 2009:132). Pranata adalah suatu sistem norma khusus atau sistem aturan-aturan yang menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia dalam kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat, 2009:133).
Pranata memiliki fungsi-fungsi yang sangat kompleks, misalnya pranata berfungsi untuk memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan, yaitu sering disebut dengan kinship atau domestic institutions. Contoh: perkawinan, tolong-menolong antar kerabat, pengasuhan anak-anak, sopan santun pergaulan antar kerabat, sistem istilah kekerabatan dan sebagainya. Pranata-pranata yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia untukmata pencarian hidup, memproduksi, menimbun, menyimpan, menyalurkan hasil produksi dan harta adalah economic institutions. Contoh: pertanian, peternakan, pemburuan, feodalisme, industri, barter, koperasi penjualan, penggudangan, perbankan, dan sebagainya.
Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi kebutuhan penerangan dan pendidikan manusia supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna adalah educational institutions. Contoh: pengasuhan anak-anak, pendidikan rakyat, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pemberantasan buta huruf, pendidikan, keamanan, pers, perpustakaan umum, dan sebagainya.
Pranata-pranata yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan ilmiah manusia, menyelami alam semesta sekelilingnya adalah scientific instittutions. Contoh: metodologi ilmiah, penelitian, pendidikan ilmiah, dan sebagainya.
Pranata-pranata yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam menghayati rasa keindahannya dan untuk rekreasi adalah aesthetic and recreational institutions. Contoh: seni rupa, seni suara, seni gerak, seni drama, kesusastraan, olah raga, dan sebagainya. Pranata-pranata yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan dan berbakti kepada Tuhan atau dengan alam gaib adalah religious institutions. Contoh: doa, kenduri, upacara adat, semadi, bertapa, penyiaran agama, pantangan, ilmu gaib, ilmu dukun, dan sebagainya.
Pranata-pranata yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur dan mengelola keseimbangan kekuasaan dalam kehidupan masyarakat adalah political institutions. Contoh: pemerintahan, demokrasi, kehakiman, kepartaian, kepolisian, ketentaraan, dan sebagainya. Pranata-pranata yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan fisik dan kenyamanan hidup manusia adalah somatic institutions. Contoh: pemeliharaan kecantikan, pemeliharaan kesehatan, kedokteran, dan sebagainya (Koentjaraningrat, 2009:135-136).
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pranata Jawa adalah suatu sistem norma khusus atau sistem aturan-aturan yang menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia Jawa dalam kehidupan masyarakat Jawa. Dalam kehidupan masyarakat Jawa selalu memiliki pranata-pranatanya sendiri dalam berbagai lini kehidupannya baik dalam lingkup domestic institutions, economic institutions, educational institutions, scientific institutions, aesthetic and recreational institutions, religious institutions, political institutions, dan lingkup somatic institutions.
Dalam pranata Jawa pasti ada yang disebut dengan ahli adat atau dukun dan sebagainya , ia memiliki peranan sosial sebagai pemimpin suatu upacara adat dalam masyarakat Jawa.
Masyarakat Jawa dalam daur kehidupannya semenjak lahir hingga meninggal, akan selalu melakukan berbagai kegiatan adat. Sejak dalam kandungan pun sudah dilakukan upacara adat mitoni, setelah bayi lahir, maka dilanjutkan dengan upacara adat yang disebut dengan brokohan, sepasaran, selapanan, tedak siten, sampai tetakan. Peringatan usia seseorang ada yang disebut dengan windon, tumbuk alit, dan tumbuk ageng.
Dalam urusan pernikahan pun sama, dilakukan nontoni, paningset, pingitan, midodareni, akad nikah, temu manten, balangan gantal, sindur binayang, kacar kucur, sampai tilik nganten . Pada saat seseorang meninggal pun ada upacara adat yang dilaksanakan. Ketika seseorang geblak ‘baru meninggal’ maka sanak keluarganya akan membuat lelayu ‘berita duka cita’. Ngrukti , brobosan, dan memakamkan jenazah. Setelah upacara pemakaman selesai maka akan dilanjutkan selamatan sebagai peringatan orang yang meninggal tersebut dengan urutan waktu selamatan sebagai berikut, tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, pendhak pisan, pendhak pindho, seribu hari (Marbangun, 1980:108-109).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang mendasari pranata Jawa adalah masyarakat Jawa mempercayai adanya suatu zat yangdisebut dengan Adikodrati yang menguasai manusia, masyarakat Jawa perlu mengadakan keseimbangan dan keselarasan dengan alam lingkungan hidupnya, manusia Jawa juga menyadari akan jagad gedhe (makro kosmos) dan jagad cilik (mokro kosmos). Pranata Jawa meliputi tiga hal dalam kehidupan masyarakat Jawa, pertama pranata yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan atau Adikodrati, kedua pranata yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, dan pranata yang mengatur hubungan manusia dengan alam lingkungan hidupnya.
Keselarasan dan keharmonisan, kesemuanya itu akan terawat dengan wujud suatu upacara adat, misalnya untuk menjalin hubungan dengan Tuhan maka dilakukan upacara Ruwatan , sebagainya, untuk menjalin hubungan dengan sesama manusia misalnya dilakukan upacara Panggih dan sebagainya, dan untuk menjalin hubungan dengan alam lingkungan hidup manusia maka dilakukan upacara Bersih dhusun. Pranata memiliki unsur-unsur kebudayaan universal serta norma-norma yang tegas, jelas, dan tidak meragukan. Norma-norma yang mengatur upacara-upacara adat pada masyarakat Jawa merupakan mores (adat-istiadat), apabila norma-norma itu dilanggar maka akan menyebabkan ketegangan-ketegangan dalam masyarakat Jawa dan mempunyai akibat yang sangat panjang (Koentjaraningrat, 2009:160).
Dalam pranata Jawa ada yang disebut dengan hukum adat. Apa bila ada pelanggaran dari individu warga dalam suatu masyarakat yang dinaungi oleh suatu pranata dalam hal ini masyarakat Jawa maka akan ada suatu hukum adat yang akan jatuh kepadanya, hukuman ini diputuskan oleh seorang ahli adat yang menguasai dan memahami pranata tersebut. Biasanya hukuman tidak terjadi seperti hukuman dalam sistem ketata-negaraan, hukum di sini adalah individu yang melanggar tersebut dapat dinyatakan bersalah atau disebut ora ngerti tata, ora njawani, ora kena dianggo abahan, dengan sanksi sosial seperti itu akan berdampak pada perpecahan dan menyebabkan ketegangan masyarakat yang panjang sekali waktunya, bisa saja individu yang melanggar adat akan dikucilkan dalam masyarakatnya.
Bibliografi:
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Marbangun Hardjowirogo. 1980. Adat Istiadat Jawa. Bandung: Patma.